Lahir, Bandar Lampung, Sekolah dan nyantri di Pesantren, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekarang Aktif Berkaligrafi dan menulis Puisi.
Perbuatan Allah dan Amal Solih Hamba-Nya
Senin, 13 Januari 2025 09:59 WIB
Kecuali, orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh. Maka, Allah mengganti kejahatan mereka (dengan) kebaikan. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang - QS. Al-furqan ayat 70.
Oleh : A.W. Al-faiz
Bismillahirrahmanirrahim.
ِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
.اِلَّا مَنْ تَابَ وَاٰمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَاُولٰۤىِٕكَ يُبَدِّلُ اللّٰهُ سَيِّاٰتِهِمْ حَسَنٰتٍۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
artinya : Kecuali, orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh. Maka, Allah mengganti kejahatan mereka (dengan) kebaikan. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang - QS. Al-furqan ayat 70.
Konsep tentang perbuatan Allah dan amal saleh hamba-Nya merupakan salah satu pembahasan yang sangat fundamental dalam kajian teologi Islam. Pemahaman ini mengantarkan kita pada realitas spiritual yang mendalam tentang hakikat perbuatan manusia dan relasinya dengan kehendak Allah SWT.
Al-Qur'an memberikan gambaran yang jelas tentang hal ini dalam surah Al-Furqan ayat 70 yang berbunyi: "Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Ayat ini menjadi landasan pemahaman bahwa transformasi spiritual dari keburukan menjadi kebaikan adalah perbuatan Allah secara langsung. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menegaskan bahwa setiap kebaikan pada hakikatnya adalah anugerah dari Allah, sementara keburukan berasal dari keterbatasan manusia sebagai makhluk.
Pemahaman ini diperkuat oleh pernyataan dalam surah Yusuf ayat 53 yang menggambarkan kecenderungan natural jiwa manusia pada keburukan. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Madarijus Salikin menjelaskan bahwa kondisi ini merupakan konsekuensi dari status manusia sebagai makhluk yang terbatas (mumkin al-wujud). Keterbatasan ini menghasilkan kekurangan yang manifestasinya adalah perbuatan yang tidak sempurna atau bahkan buruk.
Dalam perspektif teologi Ahlus Sunnah wal Jamaah, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari dalam Al-Ibanah, perbuatan manusia (af'al al-'ibad) pada hakikatnya adalah ciptaan Allah, namun manusia memiliki kasb (usaha) yang menjadi sebab dinisbatkannya pahala atau dosa. Pemahaman ini menjembatani antara kehendak mutlak Allah dan tanggung jawab moral manusia.
Konsekuensi dari pemahaman ini adalah bahwa setiap manusia pasti terlibat dalam perbuatan yang tidak sempurna atau dosa. Hal ini dipertegas oleh hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi: "Setiap anak Adam pasti berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat." Imam An-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin menjelaskan bahwa hadits ini bukan untuk menjustifikasi dosa, melainkan untuk menyadarkan manusia akan ketergantungannya pada rahmat Allah.
Relasi antara perbuatan Allah dan amal saleh hamba-Nya juga memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam Al-Fath Ar-Rabbani menekankan bahwa kesadaran akan hal ini melahirkan sikap tawadhu' (rendah hati) dan menghilangkan ujub (bangga diri). Ketika seorang hamba menyadari bahwa setiap kebaikan yang dia lakukan pada hakikatnya adalah perbuatan Allah, maka tidak ada ruang untuk kesombongan spiritual.
Pemahaman ini juga memiliki implikasi praktis dalam kehidupan sosial. Imam Al-Qusyairi dalam Ar-Risalah Al-Qusyairiyah menjelaskan bahwa kesadaran akan ketidaksempurnaan diri melahirkan sikap tasamuh (toleran) terhadap kekurangan orang lain. Ini menciptakan tatanan sosial yang lebih harmonis karena dibangun di atas kesadaran akan keterbatasan bersama.
Dengan demikian, pemahaman tentang hakikat perbuatan Allah dan amal saleh hamba-Nya membentuk paradigma spiritual yang komprehensif. Paradigma ini mengajarkan manusia untuk terus berusaha dalam kebaikan sambil menyadari ketergantungan mutlaknya pada Allah SWT. Inilah esensi dari makrifat yang sejati, di mana seorang hamba mengenal dirinya sebagai makhluk yang lemah dan mengenal Tuhannya sebagai sumber segala kebaikan dan kesempurnaan.

Penulis Indonesiana
5 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler